Skip to main content

Review: Film Kartini (2017)

Papa saya termasuk orang yang suka mengajak saya nonton film Indonesia yang sedang bagus. Akhir-akhir ini film Indonesia sedang bagus-bagusnya dan banyak pelajaran yang bisa diambil. Film Indonesia terakhir yang saya tonton adalah Cek Toko Sebelah dan Kartini. Awalnya skeptis sama Cek Toko Sebelah, tapi penasaran karena banyak yang bilang bagus. Eh, ternyata bagus beneran dan ceritanya sederhana tapi banyak pelajaran bagus yang bisa dipetik. Selanjutnya yang baru saja saya tonton yaitu Kartini.
  

Saya sebenarnya nggak pernah baca biografi tentang Kartini dan baru tau seberapa menderita dan terkungkungnya wanita jaman dahulu waktu nonton film ini. Dikisahkan R.A. Kartini adalah seorang anak dari seorang Bupati Jepara yang memiliki 11 orang saudara. Ayahnya sendiri bernama R.M Sosroningrat, memiliki 2 orang istri, yaitu ibu dari Kartini M.A Ngasirah yang merupakan anak dari seorang kyai atau guru agama, sedang istri keduanya adalah Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura ketika itu.
Diceritakan bahwa Kartini memiliki mimpi dan cita-cita yang tinggi untuk sekolah. Namun, pada masa itu wanita tidak boleh sekolah tinggi karena tujuan wanita hanya untuk menikah, bahkan dimulai dari usia belasan tahun. Apalagi, Kartini harus menjalani pingitan untuk mencapai Raden Adjeng. Kakak dari Kartini memberikan beliau semangat untuk terus belajar. Jiwa ini dapat terkungkung, tapi pikiran ini tidak. Oleh karena itu kakak Kartini memberikan banyak buku untuk dibaca agar Kartini berpikiran semakin luas.
Dan Kartini-pun didukung oleh ayahnya yang pada akhirnya mendukung Kartini dan kedua adiknya untuk berkembang dan melonggarkan aturan pingitan. Kartini menulis banyak artikel yang kemudian dimuat di media Belanda. Pemikirannya banyak mempengaruhi orang-orang jaman itu, terutama kaum-kaum wanita untuk bisa melakukan perubahan, untuk bisa mendapatkan haknya untuk menjadi pintar setara dengan laki-laki.
Setelah nonton film ini, saya merasa bahwa apa yang saya alami sekarang juga merupakan buah dari perjuangan beliau, dimana beliau dulu harus sangat bertata krama, dipingit, tidak boleh sekolah tinggi, dan sekarang para wanita sudah setara dengan laki-laki dalam hal mendapatkan hak asasinya. Wanita jaman sekarang bisa bebas mengemukakan pendapat, bersekolah tinggi, bisa menjadi pemimpin, dan bahkan bisa menjadi inspirasi juga bagi para laki-laki.
Sangat disayangkan jika jaman sekarang beberapa wanita yang menjadi media influencer malah melakukan hal yang 180 derajat dilakukan kartini. Dari berkata kasar, berkelakuan kasar, tidak menjunjung tinggi kesopanan, dan kurang mementingkan pendidikan. Sayangnya, banyak pengikutnya yang mengatakan bahwa itu keren. Well.... sepertinya model-model wanita yang seperti itu harus nonton film ini biar sadar.
Secara keseluruhan, menurut  saya film ini sangat layak tonton. Dengan durasi 122 menit, saya malah merasa kurang karena tidak diceritakan kehidupan Kartini setelah menikah sampai meninggal. Segala ceritanya detil. Pemainnya keren semua, apalagi Dian Sastro sebagai Kartini. Bagi saya nilainya 8,5/10.


Comments

Popular posts from this blog

Cerita menginap di Bandara Terminal 2D Soekarno-Hatta

Tengah malem ini aku mau sharing tentang perjalananku menuju Hong Kong yang agak "loncat-loncat". Maklum tinggal di Kota Malang begini adanya. Jadi ceritanya flight-ku baru besok jam 4 pagi dari Jakarta ke Hong Kong via Singapura. Yang mana hari ini dengan pesawat Garuda paling malem aku terbang dari Surabaya ke Jakarta. Jalan panjang bro dan jadinya ngemper di Terminal 2D sekitar 5 jam. Pengalaman nginep bandara. Jadi kali ini aku mau sharing sedikit mengenai gimana pindah terminal, nginep di bandara, dan transit. Turun di Terminal 3 Ultimate membuatku takjub. Makin cakep aja, udah menuju kayak Changi nih. Oh ya sebenernya kekurangan dari turun di Terminal 3 ini adalah pesawat menuju tempat parkirnya jauh banget dari runway landingnya jadinya "molor" kedatangannya, belum lagi kalo ga ada fasilitas garbarata. Masih naik bus lagi ke terminal kedatangan.  Tapi mungkin juga masih dalam tahap perbaikan ya. Seperti biasa kalo pake Garuda nunggu bagasinya ga lama-la

Survival tips: Jadwal bus Malang-Blitar pagi

Internship di Wlingi Kabupaten Blitar, indah untuk dikenang tapi tidak untuk diulang hehehe. Bagi yang berasal dari Kota Malang, internship di Wlingi sebenarnya cukup menyenangkan. Hanya berjarak 1,5 jam kalau naik kendaraan pribadi dan 2 jam jika menggunakan bus. Aku mau berbagi sedikit survival tips jika ingin ke Wlingi pada pagi hari menggunakan bus dari Malang jurusan ke Blitar/Trenggalek, bisa berangkat dari Terminal Arjosari menggunakan bis besar atau naik bus Bagong dari Kacuk. Sebenarnya aku lebih nyaman menggunakan bus Bagong dari Kacuk karena lebih nyaman aja menggunakan bus kecil dan rasanya juga lebih aman. Biasanya yang naik bus Bagong adalah orang-orang bekerja yang tiap hari naik bus yang sama. Kalau di Terminal Arjosari sih sepengalamanku, bis-nya agak nggak pasti. Kalau bis Bagong jam-nya lebih pasti. Tergantung tempat kalian tinggal juga sih lebih dekat kemana. Rata-rata dikenakan tarif 15 ribu rupiah aja kok. Jika berangkat dari Terminal Arjosari , usahakan pukul

Fathers and Daughters (2015) sinopsis

Aku baru menonton film Fathers and Daughters yang katanya bagus. Wew, personally, it's like my own story. Film ini bercerita tentang seorang ayah yang merupakan penulis yang harus merawat dan membesarkan putrinya seorang diri setelah istrinya meninggal akibat kecelakaan. Sang ayah pun yang keuangannya tidak stabil harus berjuang menulis novel agar bisa memenuhi kebutuhan hidup. Padahal, sang ayah juga keadaannya tidak sehat secara mental. Terlihat bagaimana perjuangan sang ayah untuk membesarkan putrinya mati-matian dan juga adanya konflik dari keluarga adek ipar sang ayah yang ingin mengadopsi putrinya. Sang ayah pun meninggal setelah menyelesaikan novel Fathers and Daughters yang akhirnya mendapat penghargaan tertinggi untuk karya sastra. Plot cerita di film ini maju dan mundur, karena diceritakan juga kehidupan sang anak yang bernama Katie saat dewasa. Ia adalah seorang psikolog yang di hidupnya ia merasa ada yang salah atau kosong. Sampai ia pun akhirnya bertemu dengan seora